Langsung ke konten utama

Pembauran Budaya

Pembauran kebudayaan merupakan proses perkembangan kebudayaan umat manusia mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga semakin lama menjadi semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi yaitu proses penyebaran atau perembesan suatu unsur kebudayaan dari satu pihak kepada pihak lain yang terjadi seiring dengan perpindahan penduduk dari bangsa-bangsa di muka bumi ini. Perubahan dari kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh pada budaya lokal. Hasil dari pembauran budaya juga tercermin dalam makanan tradisional khas Indonesia. Secara umum, pembauran budaya terjadi melalui 2 cara yakni akulturasi dan asimilasi.

Akulturasi merupakan suatu perubahan dari suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing yang terjadi ketika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing (luar). Akibatnya, unsur-unsur asing (luar) lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan lokal tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asli.

Proses percampuran berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal disebabkan adanya unsur-unsur kebudayaan asing (luar) yang diserap atau diterima secara selektif dan ada unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses perubahan kebudayaan melalui mekanisme akulturasi masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kepribadian yang asli. 

Sebagai contoh, sewaktu beberapa pedagang dari Timur Tengah masuk ke Indonesia. Mereka tidak hanya berdagang namun juga menyebarkan ajaran Islam ke Indonesia. Di sisi lain, makanan pokok masyarakat Indonesia adalah nasi. Pada saat perayaan hari besar Islam seperti lebaran, umumnya disajikan makanan khas berbasis nasi seperti ketupat, lepet, lontong sebagai salah satu wujud ucapan syukur kepada Allah. Ketupat lebaran umumnya disajikan lengkap dengan opor ayam, sambal kentang dan rendang.


Selain itu, akulturasi juga terjadi ketika bangsa Belanda datang menjajah Indonesia. Belanda memiliki kebudayaannya sendiri yang berbaur dengan budaya orang Indonesia. Masyarakat Belanda memiliki kebiasaan membuat hidangan berbasis gandum, seperti roti, juga hidangan berbasis kentang seperti perkedel (bahasa Belanda: frikadeller) dan kroket. Dulu, masyarakat Indonesia belum terlalu mengenal gandum dan kentang, namun karena terserapnya budaya Belanda, hingga sekarang makanan-makanan ini umum ditemui di Indonesia namun bukan berarti Indonesia meninggalkan makanan yang sudah ada dalam budayanya sendiri, seperti nasi, sehingga baik budaya Belanda maupun Indonesia tetap bertahan. 

Asimilasi merupakan proses perubahan kebudayaan secara total akibat membaurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan yang asli atau lama hampir tidak tampak lagi atau salah satu budaya lebih dominan dari budaya lainnya. Asimilasi terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda. Setelah mereka bergaul dengan intensif, sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan masing-masing berubah menjadi unsur kebudayaan campuran.

Salah satu makanan hasil asimilasi adalah kaasstengels dan klappertaart. Dari nama makanannya saja kita sudah mengetahui bahwa makanan tersebut berasal dari Belanda. Masyarakat Belanda menyajikan makanan tersebut sebagai kudapan. Hingga saat ini kaasstengels  masih dibuat dan dijual pada hari raya Lebaran, Idul Fitri, Natal hingga tahun baru Imlek. Kaasstengels (bahasa Belanda kaas: keju dan stengel: batang) adalah kue kering yang dibuat dari adonan tepung terigu, telur, margarin, dan parutan keju. Kue ini berbentuk persegi panjang, panjangnya sekitar 3-4 cm dan lebarnya 1 cm, dan dipanggang di dalam oven hingga kuning keemasan. Klappertaart dikenal sebagai kue khas Manado dengan bahan dasar kelapa, tepung terigu, susu, mentega dan telur. Resep adonan tersebut merupakan pengaruh saat zaman pendudukan Belanda di Manado. Terdapat beberapa macam cara memasak klappertaart yakni dipanggang dan tanpa pemanggangan. Bila dipanggang dan menggunakan roti, maka akan menghasilkan klappertaart dalam bentuk yang padat, bisa dipotong layaknya kue taart pada umumnya. Tetapi ada juga cara memasak yang tidak panggang. Metode ini akan menghasilkan tekstur yang begitu lembut, seperti memakan custard yang langsung meleleh begitu masuk ke mulut. Kue ini paling nikmat bila disantap dalam keadaan dingin jadi tidak boleh dibiarkan terlalu lama di luar pendingin.

Kastengel.JPG              Image result for klapertart

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 1

Indonesia memiliki 1430 suku bangsa dan 300 kelompok etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beragamnya budaya lokal dan berbaurnya budaya asing yang masuk ke Indonesia menghasilkan berbagai jenis kuliner tradisional yang menarik untuk diulas di post berikut ini. Kaledo Kaledo merupakan ikon kuliner kota Palu. Kaledo berarti kaki lembu Donggala. Etnis Kaili dan Kulawi lah yang membuat hidangan kaledo ini. Etnis Kaili dan Kulawi hidup sejak masa pra sejarah atau menganut paham animisme. Pada masa itu, masyarakat Lembah Palu dengan segala kondisi geografis yang didominasi perbukitan dan hutan, sehingga banyak hewan yang tinggal dilembah ini. Keunikan dan keutamaan kaledo adalah pada sunsum yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi. Pada masa itu, masyarakat animis Lembah Palu telah mampu menciptakan satu resep masakan, dengan bahan dasar potongan kaki hewan, yang diolah secara sederhana. Sederhana, karena bumbu utama yang dibutuhkan hanyalah asam muda, garam, cab...

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 2

Kue Keranjang Kue keranjang berasal dari budaya Tiongkok yang dibawa dan tersebar dalam keturunan etnis Tionghoa di Indonesia yang memiliki nama Mandarin yakni nian gao, “年” ( nian ) berarti tahun, dan “高” ( gao ) berarti tinggi, sehingga nama kue ini memiliki makna peningkatan dalam kemakmuran. Kue keranjang memiliki bahan dasar tepung ketan dan gula sehingga bertekstur kenyal dan lengket. Di zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa tempat masak dalam dapur didiami Dewa Tungku, yang bertugas mengawasi kegiatan dapur setiap hari dan melaporkannya pada Raja Surga. Setiap akhir tahun, tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau 6 hari sebelum Imlek), Dewa Tungku akan pulang ke surga untuk melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Jadi, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka, dalam bentuk kue keranjang. Di Indonesia, kue keranjang dibuat dan dijual...