Langsung ke konten utama

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 3

Lumpia Semarang
Image result for loenpia semarang

Lumpia dibuat pertama kali pada abad ke 19 dan merupakan makanan hasil perpaduan budaya asli Tiong Hoa–Jawa. Makanan asal Semarang ini dibuat oleh sepasang suami istri bernama Tjoa Thay Joe dan Wasih. Tjoa Thay Joe yang lahir di Fujian, memutuskan untuk tinggal dan menetap di Semarang dengan membuka bisnis makanan khas Tiong hoa berupa makanan pelengkap berisi daging babi dan rebung. Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan Wasih, orang asli Jawa yang juga berjualan makanan yang hampir sama hanya saja rasanya lebih manis dan berisi kentang juga udang. Mereka menikah dan membuat bisnis baru. Bisnis yang dijalankan pun akhirnya dilebur menjadi satu dengan sentuhan sentuhan perubahan yang melengkapi kesempurnaan rasa makanan lintas budaya Tiong Hoa – Jawa. Isi dari kulit lumpia dirubah menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung serta dibungkus dengan kulit lumpia. Keunggulannya adalah udang dan telurnya yang tidak amis, rebungnya juga manis, serta kulit lumia yang renyah jika digoreng. Jajanan ini biasanya dijual di Olympia Park, pasar malam Belanda tempat biasa mereka berjualan berdua. Oleh karena itu makanan ini dikenal dengan nama Lumpia. Usahanya makin besar, hingga dapat diteruskan oleh anak anaknya, mereka adalah Siem Gwan Sing dan Siem Hwa Noi yang membuka cabang di Mataram sedangkan Siem Swie Kiem yang meneruskan usaha warisan ayahnya di Gang Lombok no.11. 

Tempoyak
Image result for tempoyak Tempoyak, Fermentasi Durian dengan Aroma dan Rasa Asam Menyengat

Tempoyak merupakan bumbu asli Indonesia, tepatnya berasal dari rumpun Melayu yang tinggal di Sumatera dan Kalimantan. Tempoyak dibuat dari durian yang difermentasi sehingga memiliki aroma yang menyengat dengan cita rasa asam yang khas. Tempoyak umumnya disajikan sebagai lauk dan dimakan bersama nasi namun bisa juga dicampur dengan cabe sebagai bumbu penyedap dan sambal. Tempoyak populer di Jambi, Lampung dan Palembang karena banyak dijumpai tempoyak di pusat oleh-oleh di daerah tersebut.

Menurut Abdullah bin Abdulkadir Munsyi dalam Hikayat Abdullah, tempoyak merupakan makanan sehari-hari penduduk Terengganu. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi datang ke Terengganu sekitar tahun 1836 dan ia mengatakan bahwa salah satu makanan kegemaran penduduk setempat adalah tempoyak. Berdasarkan sejarah yang ada dalam Hikayat Abdullah, tempoyak merupakan makanan khas rumpun bangsa Melayu, yaitu suku bangsa Melayu di Malaysia dan Indonesia yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan.

Bahan utama tempoyak adalah durian matang yang agak berair. Daging buah durian perlu dipisahkan dari biji dan dihaluskan lalu diberi garam. Garam memiliki peran untuk menyeleksi mikroba yang akan memfermentasi durian. Adonan lalu dimasukkan dalam stoples rapat dan didiamkan selama 3-5 hari. Selama proses fermentasi yang berlangsung secara anaerobik, bakteri asam laktat mengubah gula menjadi asam dan alkohol sehingga diperoleh tempoyak yang bertekstur lembek, beraroma menyengat dengan rasa asam yang khas. Masyarakat Sumatera mengolah tempoyak menjadi sajian khas seperti sambal atau dijadikan bumbu campuran bersama ikan. Salah satu yang populer adalah brengkes atau pepes tempoyak dari Jambi. Selain brengeks tempoyak, ada pula pindang patin tempoyak yaitu daging ikan patin yang lembut gurih dengan paduan tempoyak sebagai bumbunya seperti yang ditampilkan pada gambar di atas.

Rusip
Image result for rusip

Rusip merupakan kuliner khas Bangka Belitung, lebih tepatnya makanan tardisional mayarakat Muntok, Bangka Barat. Kuliner khas dari Bangka Belitung didominasi hidangan laut. Ini tidak terlepas dari wilayahnya yang berupa kepulauan. Hal tersebut berimbas juga pada sambal yang dibuat oleh masyarakat sekitar yang dikenal juga sebagai rusip. Rusip dibuat dengan menggunakan ikan teri sebagai bahan dasar. Sambal rusip merupakan hasil fermentasi dari ikan teri atau ikan bilis yang dicampur bersama dengan garam dan gula merah lalu diawetkan. Proses fermentasi dilakukan selama tujuh hari. Setelah ikan yang telah terfermentasi mengeluarkan bau asam, itu berarti ikan sudah siap untuk dikeluarkan. Ikan ini kemudian dicampur dengan jeruk kunci, bawang merah, dan cabai. Rasa asamnya ikan dan jeruk akan bertemu dengan rasa bawang yang khas serta pedasnya cabai. Sambal rusip pun memiliki aroma yang kuat saat dicicipi dengan rasa asam-manis yang khas. Masyarakat Bangka Belitung biasa menyantap sambal rusip bersama olahan ikan dan sayur-mayur seperti selada, mentimun, dan terong. 

Arsik
Image result for arsik

Ikan arsik merupakan makanan khas suku Batak yang tinggal di Tapanuli Utara. Ikan yang biasanya digunakan untuk arsik adalah ikan mas, ikan mujair, atau ikan lele. Namun demikian, yang lebih sering digunakan oleh masyarakat adalah ikan mas. Ikan arsik atau na niarsik memiliki bumbu yang banyak dan sebagian hanya ditemukan di daerah pegunungan Tapanuli seperti andaliman, bawang batak, asam gelugur, kecombrang, serai, kacang panjang dan lokio. Na niarsik berarti di-marsik-kan atau dikeringkan, dengan kata lain Dekke Na Niarsik adalah ikan yang dimasak terus-menerus sampai kuahnya kering, bumbunya menyerap ke ikan mas tersebut. Resep arsik sudah turun-temurun diwariskan ini hanya bisa diberikan oleh pihak saudara laki-laki, atau bula-bula, kepada saudara perempuannya namun hal ini tidak berlaku sebaliknya. Pihak perempuan tidak dapat memberikan ikan mas arsik kepada saudara laki-laki. Begitulah tata aturan adat berbicara. Konon, terdapat 16 rempah yang digunakan dalam pembuatan arsik.

Na Niarsik itu penting dalam upacara adat Batak, terkait dengan siklus kehidupan. Satu ekor diperuntukan bagi pasangan yang baru menikah. Tiga ekor bagi pasangan yang baru mempunyai anak. Lima ekor untuk pasangan yang baru mempunyai cucu. Tujuh ekor diperuntukan bagi pemimpin bangsa Batak. Tidak sembarang orang bisa memberikan Na Niarsik. Hanya hula-hula atau kerabat dari pihak istri saja yang boleh memberikan, baik itu orang tua kandung, saudara laki-laki pihak istri, atau komunitas marga pihak istri. Selain itu, ikan mas arsik juga sering dijadikan sebagai makanan untuk menjamu tamu, termasuk tamu istimewa. Begitu juga dengan kebutuhan pesta, di mana makanan ini menempati posisi penting untuk disajikan. Pada saat yang sama, makanan ini juga digunakan saat ada salah satu kerabat yang meninggal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 1

Indonesia memiliki 1430 suku bangsa dan 300 kelompok etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beragamnya budaya lokal dan berbaurnya budaya asing yang masuk ke Indonesia menghasilkan berbagai jenis kuliner tradisional yang menarik untuk diulas di post berikut ini. Kaledo Kaledo merupakan ikon kuliner kota Palu. Kaledo berarti kaki lembu Donggala. Etnis Kaili dan Kulawi lah yang membuat hidangan kaledo ini. Etnis Kaili dan Kulawi hidup sejak masa pra sejarah atau menganut paham animisme. Pada masa itu, masyarakat Lembah Palu dengan segala kondisi geografis yang didominasi perbukitan dan hutan, sehingga banyak hewan yang tinggal dilembah ini. Keunikan dan keutamaan kaledo adalah pada sunsum yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi. Pada masa itu, masyarakat animis Lembah Palu telah mampu menciptakan satu resep masakan, dengan bahan dasar potongan kaki hewan, yang diolah secara sederhana. Sederhana, karena bumbu utama yang dibutuhkan hanyalah asam muda, garam, cab...

Pembauran Budaya

Pembauran kebudayaan merupakan proses perkembangan kebudayaan umat manusia mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga semakin lama menjadi semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi yaitu proses penyebaran atau perembesan suatu unsur kebudayaan dari satu pihak kepada pihak lain yang terjadi seiring dengan perpindahan penduduk dari bangsa-bangsa di muka bumi ini. Perubahan dari kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh pada budaya lokal. Hasil dari pembauran budaya juga tercermin dalam makanan tradisional khas Indonesia. Secara umum, pembauran budaya terjadi melalui 2 cara yakni akulturasi dan asimilasi. Akulturasi merupakan suatu perubahan dari suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing yang terjadi ketika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing (luar). Akibatnya, unsur-unsur asing (luar) lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan ...

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 2

Kue Keranjang Kue keranjang berasal dari budaya Tiongkok yang dibawa dan tersebar dalam keturunan etnis Tionghoa di Indonesia yang memiliki nama Mandarin yakni nian gao, “年” ( nian ) berarti tahun, dan “高” ( gao ) berarti tinggi, sehingga nama kue ini memiliki makna peningkatan dalam kemakmuran. Kue keranjang memiliki bahan dasar tepung ketan dan gula sehingga bertekstur kenyal dan lengket. Di zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa tempat masak dalam dapur didiami Dewa Tungku, yang bertugas mengawasi kegiatan dapur setiap hari dan melaporkannya pada Raja Surga. Setiap akhir tahun, tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau 6 hari sebelum Imlek), Dewa Tungku akan pulang ke surga untuk melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Jadi, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka, dalam bentuk kue keranjang. Di Indonesia, kue keranjang dibuat dan dijual...