Langsung ke konten utama

Raw Food Diet

Budaya makanan ternyata bukan hanya mencakup bagaimana budaya di suatu daerah dapat mempengaruhi jenis ataupun kebiasaan makanan yang ada di daerah tersebut. Dalam dokumenter “Raw Food Diet”, kita melihat bagaimana kebiasaan yang non-konvensional bisa menjadi gaya hidup yang akhirnya dipilih sebagian orang. Gaya hidup itu merupakan raw food diet atau pola makan makanan mentah.

Mungkin namanya kurang spesifik karena yang dimaksud dengan food di sini hanyalah pangan nabati. Orang-orang dalam video dokumenter ini banyak bercerita tentang kisah hidup mereka, bagaimana mereka memilih mengikuti raw food diet, dan bagaimana dampaknya terhadap diri mereka. Secara garis besar raw food diet ini dibahas dari 3 aspek:

Aspek Nutrisi

Kita telah banyak mendengar bahwa pengolahan makanan berguna untuk memperpanjang umur simpan pangan, menjaga keamanan pangan, menambah cita rasa pangan, dan berbagai alasan lain. Namun para penganut raw food diet ini percaya bahwa pengolahan makanan justru merusak sifat alami dari makanan. Bahan pangan yang tadinya penuh ‘kehidupan’ berubah menjadi bahan beracun yang tidak alami dan asing bagi sistem tubuh kita, dan itulah yang membuat kita rentan terhadap berbagai penyakit. Karena itu, makanan mentah diyakini lebih bergizi bagi kita.

Aspek Rohani

Makanan mentah dianggap sebagai berkah yang dilimpahkan langsung oleh alam atau Tuhan untuk kita. Kegiatan pengolahan makanan justru berlawanan dengan pemberian yang sudah tersedia untuk kita sehingga kembali ke makanan mentah dianggap sama saja dengan menghubungkan kita kembali kepada Tuhan. Selain itu, di sesi ini juga banyak dibahas mengenai energi positif dan negatif. Menurut para penganut raw food diet, memakan makanan masak sama saja dengan mengisi tubuh kita dengan energi negatif yang berasal dari hewan yang tersiksa dan terbunuh, namun sebaliknya, makanan mentah itu penuh dengan energi positif yang berasal dari tanaman yang masih dipenuhi kehidupan. Energi ini, mereka yakin, dapat berdampak pada suasana hati kita dan cara pandang kita tentang kehidupan.

Aspek Peremajaan

Menurut para pembicara dalam dokumenter ini, makanan mentah dapat meng-upgrade DNA kita dan mengaktifkan gen anti-penuaan yang kita miliki. Salah seorang pembicara, Lillian Muller, seorang aktris dari Norwegia yang sudah makan makanan mentah selama lebih dari 20 tahun, cukup mengagetkan saya karena ia memang terlihat sangat muda meskipun sudah berusia lebih dari 50 tahun. Aspek peremajaan ini bukan hanya didatangkan dari nilai gizi makanan mentah yang kaya vitamin, mineral, dan fitokimia, tapi juga dampaknya terhadap kesehatan mental kita, karena dipercaya bahwa makanan mentah dapat meningkatkan konsentrasi serta mengurangi stres dan keresahan sehingga kita tetap punya ‘jiwa muda’.

Pada akhirnya, budaya ‘raw food diet‘ yang sudah dianut banyak orang ini memang pilihan yang ekstrim dan sulit diterapkan secara konsisten. Namun berbagai narasumber dalam dokumenter ini menjadi contoh nyata bagaimana kepercayaan yang kuat akan manfaat dari suatu tindakan tertentu dapat menjadi dorongan yang cukup untuk bertumbuhnya sebuah pola makan yang menjadi gaya hidup.

Berikut ini link video dokumenter Raw Food Diet Documentary Part 2
https://www.youtube.com/watch?v=eJPm9SCNhAs&t=4470s

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 1

Indonesia memiliki 1430 suku bangsa dan 300 kelompok etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beragamnya budaya lokal dan berbaurnya budaya asing yang masuk ke Indonesia menghasilkan berbagai jenis kuliner tradisional yang menarik untuk diulas di post berikut ini. Kaledo Kaledo merupakan ikon kuliner kota Palu. Kaledo berarti kaki lembu Donggala. Etnis Kaili dan Kulawi lah yang membuat hidangan kaledo ini. Etnis Kaili dan Kulawi hidup sejak masa pra sejarah atau menganut paham animisme. Pada masa itu, masyarakat Lembah Palu dengan segala kondisi geografis yang didominasi perbukitan dan hutan, sehingga banyak hewan yang tinggal dilembah ini. Keunikan dan keutamaan kaledo adalah pada sunsum yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi. Pada masa itu, masyarakat animis Lembah Palu telah mampu menciptakan satu resep masakan, dengan bahan dasar potongan kaki hewan, yang diolah secara sederhana. Sederhana, karena bumbu utama yang dibutuhkan hanyalah asam muda, garam, cab...

Pembauran Budaya

Pembauran kebudayaan merupakan proses perkembangan kebudayaan umat manusia mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga semakin lama menjadi semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi yaitu proses penyebaran atau perembesan suatu unsur kebudayaan dari satu pihak kepada pihak lain yang terjadi seiring dengan perpindahan penduduk dari bangsa-bangsa di muka bumi ini. Perubahan dari kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh pada budaya lokal. Hasil dari pembauran budaya juga tercermin dalam makanan tradisional khas Indonesia. Secara umum, pembauran budaya terjadi melalui 2 cara yakni akulturasi dan asimilasi. Akulturasi merupakan suatu perubahan dari suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing yang terjadi ketika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing (luar). Akibatnya, unsur-unsur asing (luar) lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan ...

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 2

Kue Keranjang Kue keranjang berasal dari budaya Tiongkok yang dibawa dan tersebar dalam keturunan etnis Tionghoa di Indonesia yang memiliki nama Mandarin yakni nian gao, “年” ( nian ) berarti tahun, dan “高” ( gao ) berarti tinggi, sehingga nama kue ini memiliki makna peningkatan dalam kemakmuran. Kue keranjang memiliki bahan dasar tepung ketan dan gula sehingga bertekstur kenyal dan lengket. Di zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa tempat masak dalam dapur didiami Dewa Tungku, yang bertugas mengawasi kegiatan dapur setiap hari dan melaporkannya pada Raja Surga. Setiap akhir tahun, tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau 6 hari sebelum Imlek), Dewa Tungku akan pulang ke surga untuk melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Jadi, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka, dalam bentuk kue keranjang. Di Indonesia, kue keranjang dibuat dan dijual...