Langsung ke konten utama

Preferensi Makanan Masyarakat Status Sosial Ekonomi Menengah Ke Bawah

Preferensi makanan antar kelas sosial ekonomi tentunya berbeda, berikut saya ingin berbagi ulasannya yang saya pelajari dari Jurnal "Understanding the food preferences of people of low socioeconomic status. Journal of Consumer Culture"


Penelitian ini berisikan tentang temuan mengenai budaya selera masyarakat ekonomi kelas bawah. Berdasarkan analisis secara sistematis dari narasumber wawancara dengan konsumen beragam, dapat diidentifikasi empat preferensi selera masyarakat sosial-ekonomi kelas bawah yang berbeda-beda, yaitu kelimpahan, corporate brands, makanan etnis yang familiar, dan makanan sehat. Ketiga kategori pertama menunjukkan perbedaan antara selera masyarakat sosial-ekonomi bawah yang tidak ditunjukkan pada data konsumen sosial-ekonomi tinggi. Sementara itu, selera akan makanan sehat memiliki penghargaan tersendiri bagi masyarakat sosial-ekonomi, khususnya bagi masyarakat sosial-ekonomi rendah mengungkapkan bahwa makanan sehat berada di luar jangkauan mereka. Lalu, pada analisis ini menjelaskan bahwa selera masyarakat sosial-ekonomi bawah dengan membangun pendekatan Bourdieus terhadap kebiasaan dan selera kebutuhan. Meskipun pendekatan Bourdieus sangat relevan terhadap selera sosial-ekonomi rendah, namun lebih tepat dijelaskan bahwa selera masyarakat sosial-ekonomi bawah disesuaikan dengan selera kebutuhan. Selain itu, selera untuk perusahaan makanan tertentu timbul dalam industri makanan bermerek yang menghasilkan makanan lezat dan dipasarkan dengan baik. Hal ini jelas bahwa masyarakat telah dipaksa untuk menyesuaikan seleranya dengan selera industri makanan. Kemudian, keinginan untuk mengonsumsi makanan etnis yang familiar harus dipahami pada pola imigrasi yang luas dan konteks kuliner yang spesifik, yaitu komunitas imigran tertentu yang menawarkan makanan populer dengan biaya yang rendah. Terakhir, selera masyarakat sosial-ekonomi rendah untuk makanan sehat harus selalu dipahami sehubungan dengan tanggung jawab terhadap kesehatan pribadi. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi kemiskinan dan budaya yang dominan menghasilkan pola selera yang khas. Selera masyarakat sosial-ekonomi rendah terus berkembang seiring dengan kondisi struktural dan ketidaksetaraan yang membentuk dan membatasi pilihan konsumen sosial-ekonomi rendah.

Sumber bacaan:
Baumann, S., Szabo, M., dan Johnston, J. 2017. Understanding the food preferences of people of low socioeconomic status. Journal of Consumer Culture. http://doi.org/10.1177/1469540517717780

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 1

Indonesia memiliki 1430 suku bangsa dan 300 kelompok etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beragamnya budaya lokal dan berbaurnya budaya asing yang masuk ke Indonesia menghasilkan berbagai jenis kuliner tradisional yang menarik untuk diulas di post berikut ini. Kaledo Kaledo merupakan ikon kuliner kota Palu. Kaledo berarti kaki lembu Donggala. Etnis Kaili dan Kulawi lah yang membuat hidangan kaledo ini. Etnis Kaili dan Kulawi hidup sejak masa pra sejarah atau menganut paham animisme. Pada masa itu, masyarakat Lembah Palu dengan segala kondisi geografis yang didominasi perbukitan dan hutan, sehingga banyak hewan yang tinggal dilembah ini. Keunikan dan keutamaan kaledo adalah pada sunsum yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi. Pada masa itu, masyarakat animis Lembah Palu telah mampu menciptakan satu resep masakan, dengan bahan dasar potongan kaki hewan, yang diolah secara sederhana. Sederhana, karena bumbu utama yang dibutuhkan hanyalah asam muda, garam, cab...

Pembauran Budaya

Pembauran kebudayaan merupakan proses perkembangan kebudayaan umat manusia mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga semakin lama menjadi semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi yaitu proses penyebaran atau perembesan suatu unsur kebudayaan dari satu pihak kepada pihak lain yang terjadi seiring dengan perpindahan penduduk dari bangsa-bangsa di muka bumi ini. Perubahan dari kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh pada budaya lokal. Hasil dari pembauran budaya juga tercermin dalam makanan tradisional khas Indonesia. Secara umum, pembauran budaya terjadi melalui 2 cara yakni akulturasi dan asimilasi. Akulturasi merupakan suatu perubahan dari suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing yang terjadi ketika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing (luar). Akibatnya, unsur-unsur asing (luar) lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan ...

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 2

Kue Keranjang Kue keranjang berasal dari budaya Tiongkok yang dibawa dan tersebar dalam keturunan etnis Tionghoa di Indonesia yang memiliki nama Mandarin yakni nian gao, “年” ( nian ) berarti tahun, dan “高” ( gao ) berarti tinggi, sehingga nama kue ini memiliki makna peningkatan dalam kemakmuran. Kue keranjang memiliki bahan dasar tepung ketan dan gula sehingga bertekstur kenyal dan lengket. Di zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa tempat masak dalam dapur didiami Dewa Tungku, yang bertugas mengawasi kegiatan dapur setiap hari dan melaporkannya pada Raja Surga. Setiap akhir tahun, tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau 6 hari sebelum Imlek), Dewa Tungku akan pulang ke surga untuk melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Jadi, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka, dalam bentuk kue keranjang. Di Indonesia, kue keranjang dibuat dan dijual...