Langsung ke konten utama

Faktor Utama Penentu Pola Pangan Keluarga

Pola pangan atau konsumsi makanan dari satu keluarga tentunya berbeda dengan pola pangan keluarga yang lain. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal. Penulis menyimpulkan ada 5 faktor utama yang mempengaruhi pola pangan suatu keluarga

1. Tingkat pendapatan
Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan makanan dalam suatu keluarga adalah tingkat penghasilan keluarga. Keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi cenderung memilih makanan yang bergizi dan bervariasi. Awalnya saya berpikir bahwa dengan pendapatan yang tinggi maka suatu keluarga mampu membeli berbagai jenis makanan namun berdasarkan penelitian terhadap beberapa keluarga di Amerika, diperoleh hasil bahwa keluarga dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung memiliki pilihan yang sedikit terhadap makanan yang bergizi. Hal ini disebabkan pilihan makanan bergizi dengan harga yang cenderung lebih mahal relatif sedikit ketimbang makanan cepat saji atau junk food. Sedangkan kelompok keluarga dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung mengkonsumsi junk food yang mana di Amerika, junk food termasuk makanan yang jauh lebih murah ketimbang sayur dan buah.

Jika dibandingkan dengan keluarga Indonesia, keluarga dengan tingkat pendapatan yang tinggi yang umumnya tinggal di kota memiliki kemungkinan untuk mengkonsumsi junk food selain pilihan makanan bergizi. Hal ini dikarenakan makanan cepat saji di Indonesia memiliki harga yang relatif mahal jika dibandingkan dengan sayur dan buah. Makanan cepat saji yang ada di Indonesia cenderung lebih mahal karena biaya franchise yang mahal. Umumnya franchise dari Amerika. Ditambah lagi persyaratan mutu bahan baku, higenitas dan sanitasi dari perusahaan atau restoran tersebut untuk diterapkan dalam gerainya di Indonesia. Contohnya seperti pada makanan cepat saji ayam goreng. Lada dari Indonesia awalnya belum bisa langsung digunakan karena belum memenuhi standar mutu yang disyaratkan, hal ini mungkin disebabkan pengolahannya yang masih dilakukan secara tradisional sehingga lada tersebut haru dibawa ke Singapura atau Malaysia untuk diolah kembali sehingga sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Di Amerika, mungkin sangat sedikit binatang pengerat dan serangga yang dapat menjadi kontaminan pada makanan, sedangkan di Indonesia berbeda, maka dari itu diperlukan perlakuan khusus agar bahan baku yang digunakan terhindar dari serangga dan binatang pengerat baik itu di warehouse ataupun di gerai tempat menjual dan menyajikan makanan. Hal - hal tersebut membuat harga junk food di Indonesia mahal. Hal yang berbeda justru terdapat pada masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah di Indonesia yang umumnya tinggal di desa. Mereka memilih untuk makan dari hasil bercocok tanam sehingga masyarakat yang tinggal desa umumnya mengkonsumsi sayur dan buah.

2. Pendidikan
Keluarga dengan pendidikan yang cukup atau keluarga dengan latar belakang pendidikan yang mengerti pentingnya bahan pangan, kesehatan, dan fungsi dari komponen bahan pangan tertentu tentunya akan menyeleksi beberapa produk pangan yang akan mereka konsumsi. Contohnya suatu keluarga dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pemahaman yang baik tentang kesehatan akan menghindari atau mengurangi konsumsi makanan jeroan, junk food, tinggi garam dan kalori, dan rendah nutrisi. Sedangkan keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah tentunya belum concern dengan kesehatan maka akan cenderung memilih makanan yang mereka inginkan tanpa memperhatikan dampak yang diperoleh dari konsumsi yang terus menerus dilakukan.

3. Agama/ kepercayaan
Agama dan kepercayaan juga dapat mempengaruhi pola pangan keluarga. Keluarga beragama Islam tentunya memilih makanan yang halal. Hal ini dapat terlihat dari kebanyakan rumah makan dan restoran di Indonesia yang menyajikan makanan halal. Makanan yang halal tentunya bebas dari babi dan binatang yang hidup di dua alam seperti kodok dan rajungan. Keluarga beragama Hindu umumnya tidak mengonsumsi daging sapi dan hanya mengonsumsi susu sapi saja karena sapi dianggap sebagai hewan yang suci. Sebagian orang yang beragama Buddha merupakan vegetarian yang tidak mengonsumsi makanan hewani.

4. Tempat tinggal
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keluarga yang tinggal di kota cenderung makan di rumah makan atau restoran. Dalam hal membeli kebutuhan makanan, keluarga yang tinggal di kota dapat dengan mudah bolak balik ke supermarket untuk membeli makanan. Sedangkan keluarga yang tinggal di desa di Amerika, akan menggunakan kendaraan umum untuk pergi ke supermarket atau bersama dengan keluarga lain yang tinggal di desa naik mobil (nebeng) ke supermarket yang ada di kota. Umumnya mereka telah mendaftar kebutuhan per bulannya sehingga mereka pergi ke supermarket tidak sesering keluarga yang tinggal di kota. Keluarga yang tinggal di desa dapat memperoleh makanan dari hasil berkebun atau local market yang ada di daerah tersebut.

5. Kesehatan
Keluarga dengan penyakit tertentu akan lebih selektif dalam memilih makanan. Contohnya keluarga yang memiliki riwayat diabetes akan memilih makanan yang rendah kalori dan mengganti gula yang umum digunakan dengan gula sintetis yang rendah kalori untuk menghindari diabetes karena kurangnya hormon insulin yang diproduksi oleh prankreas untuk mengatur jumlah gula dalam darah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 1

Indonesia memiliki 1430 suku bangsa dan 300 kelompok etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beragamnya budaya lokal dan berbaurnya budaya asing yang masuk ke Indonesia menghasilkan berbagai jenis kuliner tradisional yang menarik untuk diulas di post berikut ini. Kaledo Kaledo merupakan ikon kuliner kota Palu. Kaledo berarti kaki lembu Donggala. Etnis Kaili dan Kulawi lah yang membuat hidangan kaledo ini. Etnis Kaili dan Kulawi hidup sejak masa pra sejarah atau menganut paham animisme. Pada masa itu, masyarakat Lembah Palu dengan segala kondisi geografis yang didominasi perbukitan dan hutan, sehingga banyak hewan yang tinggal dilembah ini. Keunikan dan keutamaan kaledo adalah pada sunsum yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi. Pada masa itu, masyarakat animis Lembah Palu telah mampu menciptakan satu resep masakan, dengan bahan dasar potongan kaki hewan, yang diolah secara sederhana. Sederhana, karena bumbu utama yang dibutuhkan hanyalah asam muda, garam, cab...

Pembauran Budaya

Pembauran kebudayaan merupakan proses perkembangan kebudayaan umat manusia mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga semakin lama menjadi semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi yaitu proses penyebaran atau perembesan suatu unsur kebudayaan dari satu pihak kepada pihak lain yang terjadi seiring dengan perpindahan penduduk dari bangsa-bangsa di muka bumi ini. Perubahan dari kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh pada budaya lokal. Hasil dari pembauran budaya juga tercermin dalam makanan tradisional khas Indonesia. Secara umum, pembauran budaya terjadi melalui 2 cara yakni akulturasi dan asimilasi. Akulturasi merupakan suatu perubahan dari suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh dari kebudayaan asing yang terjadi ketika sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing (luar). Akibatnya, unsur-unsur asing (luar) lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan ...

Makanan Tradisional Indonesia: Bagian 2

Kue Keranjang Kue keranjang berasal dari budaya Tiongkok yang dibawa dan tersebar dalam keturunan etnis Tionghoa di Indonesia yang memiliki nama Mandarin yakni nian gao, “年” ( nian ) berarti tahun, dan “高” ( gao ) berarti tinggi, sehingga nama kue ini memiliki makna peningkatan dalam kemakmuran. Kue keranjang memiliki bahan dasar tepung ketan dan gula sehingga bertekstur kenyal dan lengket. Di zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa tempat masak dalam dapur didiami Dewa Tungku, yang bertugas mengawasi kegiatan dapur setiap hari dan melaporkannya pada Raja Surga. Setiap akhir tahun, tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau 6 hari sebelum Imlek), Dewa Tungku akan pulang ke surga untuk melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Jadi, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka, dalam bentuk kue keranjang. Di Indonesia, kue keranjang dibuat dan dijual...